Minggu, 13 November 2011

ilmu sosial dasar dalam ekonomi dan politik


ILMU SOSIAL DASAR DALAM EKONOMI DAN POLITIK
Ilmu social dasar dalam ekonomi
ilmu social dasar dalam ekonomi adalah bagian dari ilmu sosial yang berbasis pada dua subdisiplin ilmu, yakni politik dan ekonomi.[1].
Pembelajaran Ilmu Ekonomi Politik merupakan pembelajaran ilmu yang bersifat interdisiplin,yakni terdiri atas gabungan dua disiplin ilmu dan dapat digunakan untuk menganalisis ilmu sosial lainnya dengan isu-isu yang relevan dengan isu ekonomi politik. [1]
Ilmu ini mengkaji dua jenis ilmu yakni ilmu politik dan ilmu ekonomi yang digabungkan menjadi satu kajian ilmu ekonomi politik. [1] Dalam penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai sinonim atau nama lain dari istilah ilmu ekonomi (Rothschild, 1989). [1]
Fokus dari studi ekonomi politik adalah fenomena-fenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik ; yakni menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik. [1] Namun, dalam perkembangan yang berikutnya, istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek ekonomi dan aspek politik. [1]
Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan banyak kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak – berusaha untuk mempertemukan titik temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik.[2]
Dalam upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan.[3]
Terkait dengan hal tersebut, setidaknya dalam berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar dunia yang dibagi menjadi dua kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang berorentasi pasar (ekonomi liberal)dengan sistem ekonomi terencana atau yang lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis).[3] Sehingga dalam studi ekonomi politik akan ditemui masalah atau pertanyaan yang sama peliknya mengenai bagaimana faktor-faktor politik itu memengaruhi kondisi-kondisi sosial ekonomi suatu negara. [3]
Ilmu social dasar dalam politik
Ilmu politik memiliki beberapa konsep. Konsep-konsep ini merupakan hal-hal yang ingin dicapai dalam politik. Pada paper ini akan dibahas tentang konsep-konsep tersebut, sumber kekuasaan, serta perbedaan antara kekuasaan dan kewenangan, dengan beberapa sumber seperti buku dan internet. Berikut pembahasannya secara ringkas.

1. Power (Kekuasaan)

Power sering diartikan sebagai kekuasaan. Sering juga diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh suatu pihak yang digunakan untuk memengaruhi pihak lain, untuk mencapai apa yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan. Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und Gesselshaft menyatakan, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri meskipun mengalami perlawanan. Pernyataan ini menjadi rujukan banyak ahli, seperti yang dinyatakan Harold D. Laswell dan A. Kaplan,” Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah tujuan pihak pertama.”

Kekuasaan merupakan konsep politik yang paling banyak dibahas, bahkan kekuasaan dianggap identik dengan politik. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society: “Ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.”

2. Authority (Kewenangan)

Kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan. Penggunaan kewenangan secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi.

Kewenangan digunakan untuk mencapai tujuan pihak yang berwenang. Karena itu, kewenangan biasanya dikaitkan dengan kekuasaan. Robert Bierstedt menyatakan dalam bukunya an analysis of social power , bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang dilembagakan. Seseorang yang memiliki kewenangan berhak membuat peraturan dan mengharapkan kepatuhan terhadap peraturannya.

3. Influence (Pengaruh)

Norman Barry, seorang ahli, menyatakan bahwa pengaruh adala suatu tipe kekuasaan, yang jika seorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi terbuka bukan merupakan motivasi pendorongnya. Dengan demikian, dapat dikatakan pengaruh tidak bersifat terikat untuk mencapai sebuah tujuan.

Pengaruh biasanya bukan faktor satu-satunya yang menentukan tindakan pelakunya, dan masih bersaing dengan faktor lainnya. Bagi pelaku masih ada faktor lain yang menentukannya bertindak. Walaupun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan kekuasaan, pengaruh lebih unggul karena terkadang ia memiliki unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering berhasil.

4. Persuasion (Ajakan)

Persuasi adalah kemampuan untuk mengajak orang lain agar mengubah sikap dengan argumentasi, untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan orang yang mengajak. Dalam politik, persuasi diperlukan untuk memperoleh dukungan. Persuasi disini dilakukan untuk ikut serta dalam suatu komunitas dan mencapai tujuan komunitas tersebut. Persuasi bersifat tidak memaksa dan tidak mengharuskan ikut serta, tapi lebih kepada gagasan untuk melakukan sesuatu. Gagasan ini dinyatakan dalam argumen untuk memengaruhi orang atau kelompok lain.

5. Coercion (Paksaan)

Paksaan merupakan cara yang mengharuskan seseorang atau kelompok untuk mematuhi suatu keputusan. Peragaan kekuasaan atau ancaman berupa paksaan yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan pemilik kekuasaan.

Dalam masyarakat yang bersifat homogen ada konsensus nasional yang kuat untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Paksaan tidak selalu memengaruhi dan tidak tampak. Dengan demikian, di negara demokratis tetap disadari bahwa paksaan hendaknya digunakan seminimal mungkin dan hanya digunakan untuk meyakinkan suatu pihak.

Contoh dari paksaan yang diberlakukan sekarang adalah sistem ketentuan pajak. Sifat pajak ini memaksa wajib pajak untuk menaati semua yang diberlakukan dan apabila melanggar akan dikenai sanksi.

6. Acquiescence (Perjanjian)

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana satu pihak membuat janji kepada pihak lain untuk melaksanakan satu hal. Oleh karena itu, perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang melakukan perjanjian. Perjanjian dilaksanakan dalam bentuk lisan atau tulisan. Acquiescence diartikan sebagai perjanjian yang disetujui tanpa protes.

B. Sumber-sumber Kekuasaan

Seorang yang memiliki sesuatu, tentu mempunyai sumber darimana ia mendapatkan sesuatu tersebut. Demikian halnya dengan kekuasaan. Kekuasaan datang dari berbagai sumber, diantaranya kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan. Seorang atasan dapat memerintahkan bawahannya agar melakukan sesuatu. Jika bawahan melanggar perintah atasan, maka bawahan bisa dikenai sanksi.

Seseorang yang memiliki kekayaan dapat memiliki kekuasaan. Misalnya seorang konglomerat dapat menguasai suatu pihak yang didanainya. Kepercayaan atau agama juga merupakan sumber kekuasaan. Misalnya di Indonesia, alim ulama banyak dituruti dan dipatuhi masyarakat. Alim ulama bertindak sebagai pemimpin informal umat, maka ia perlu diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan di tempat umatnya.

Jack H. Nagel dalam bukunya The Descriptive Analysis of Power yang juga terdapat dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik, perlu dibedakan antara scope of power dan domain of power (wilayah kekuasaan). Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk kepada perilaku, serta sikap dan keputusan yang menjadi subyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang direktur bisa memecat seorang karyawan, tetapi direktur tersebut tidak mempunyai kuasa apa-apa terhadap karyawan diluar hubungan pekerjaan.

Wilayah kekuasaan (domain of power) menjelaskan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku organisasi, atau kolektivitas yang kena kekuasaan. Misalnya seorang direktur memiliki kekuasaan di perusahaannya, baik itu di pusat ataupun di cabang-cabangnya.

Dalam suatu hubungan kekuasaan(power relationship) selalu ada pihak yang lebih kuat daripada pihak lain. Hal ini menyebabkan hubungan tidak seimbang(asimetris), dan ketergantungan satu pihak dengan pihak lain. Semakin timpang hubungan ini, maka makin kuat ketergantungannya. Hal ini disebut hegemoni, dominasi, atau penundukan oleh pemikir abad 20.

C. Perbedaan Power (Kekuasaan) dan Authority (Kewenangan)

Dalam pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa kewenangan berhubungan dengan kekuasaan, tapi dari segi lain, ada perbedaan mendasar antara keduanya. Salah satunya, kewenangan adalah kekuasaan secara formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas. Kewenangan adalah salah satu cara bagi seseorang untuk memperkuat kekuasaannya.

Kewenangan adalah kekuasaan namun kekuasaan tidak terlalu berupa kewenangan. Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan ( legitimate power ), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik di rumuskan sebgai kemampuan menggunakan sumber-sumber untuk memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, maka kewenangan merupakan hak moral sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat, termasuk peratuaran perundang-undangan.
Kewenangan merupakan hak berkuasa yang di tetapkan dalam struktur organisasi sosial guna melaksanakan kebijakan yang di perlukan.

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang paling banyak dibahas dalam ilmu politik, selain konsep lainnya. Kekuasaan berasal dari beberapa sumber, misalnya kekayaan, kedudukan, dan kepercayaan. Kekuasaan dan kewenangan adalah konsep yang berhubungan, tetapi keduanya berbeda. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar